Recent Posts

Wednesday, July 19, 2017

KONDISI UMUM TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI “HUTAN PELAWAN” DESA NAMANG KECAMATAN NAMANG KABUPATEN BANGKA TENGAH

Identifikasi Bentang Alam Ekosistem Taman Keanekaragaman Hayati 

1. Topografi/Keadaan Permukaan Lahan Yang Ada Dalam Lingkup Bentang Alam

Kondisi topografi wilayah Kabupaten Bangka Tengah sebagian besar merupakan tofografi yang berombak dan bergelombang, yaitu sebesar 51%. Daerah lembah dan datar sebesar 20% dan 25% berupa daerah rawa. Daerah berbukit sebesar 4% seperti Bukit Mangkol dengan ketinggian sekitar 395 meter dari permukaan laut. Satuan morfologi dataran perbukitan kecil dengan ketinggian 0-190 meter diatas permukaan laut (dpl) dengan kemiringan lereng 3% - 30%. Keadaan ini dibentuk oleh beberapa jenis batuan, yaitu: batuan metamorf, batuan beku dan batuan sedimen berumur tersier – karbon yang telah mengalami patahan dan perlipatan. 
Pembagian penggunaan tanah yang tersebar di 6 kecamatan di daerah ini terbagi atas 74.215 Ha (34,39%) masih berupa lahan untuk pertanian dan lahan tidur yang potensial untuk pertanian, 55.305 Ha (25,63%) dipergunakan untuk pemukiman, 41.880 Ha (19,41%) untuk kegiatan tambang timah, 769 Ha (0,36%) berupa daerah pasir kuarsa, dan 43.608 Ha (20,21%) untuk sektor lain.
Ditinjau letak ketinggian dari permukaan air laut, topografi Kabupaten Bangka Tengah dapat di¬golongkan menjadi 4 macam yaitu :
1.    Ketinggian antara 0 – 100 m
2.    Ketinggian antara 100 – 500 m
3.    Ketinggian antara 500 – 1.000 m
4.    Ketinggian lebih dari 1.000 m


2. Fisiografi yaitu Keadaan Fisik Wilayah 

Secara regional Pulau Bangka berada di Paparan Sunda (Sunda Land) yang merupakan kelanjutan dari gugusan kepulauan Riau yang dahulunya diperkirakan satu daratan dengan Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Adanya kenaikan muka air laut pada awal kwarter atau kurang dari satu juta tahun yang lalu menyebabkan Paparan Sunda terpisah menjadi beberapa pulau besar dan kecil yang selanjutnya membentuk daratan sendiri-sendiri yang dipisahkan oleh lautan, yaitu Selat Karimata.
Secara morfologi di Pulau Bangka terdapat 3 satuan, yaitu daerah dataran rendah, daerah menggelombang, dan perbukitan. Pada umumnya Pulau Bangka merupakan perbukitan dengan bukit tertinggi adalah Gunung Maras yang mempunyai ketinggian 699 meter di atas permukaan laut (m dpl). Secara garis besar rangkaian perbukitan tersebut merupakan blok-blok Timur Laut-Barat Daya. Bentang alam atau morfologi wilayah Kecamatan Namang berada pada ketinggian 0-30 mdpl, sedangkan lokasi tapak kegiatan pembangunan Taman Kehati Hutan Pelawan berada pada ketinggian 25 mdpl.
Berdasarkan pendekatan fisiografi yang mengelompokkan lahan secara keseluruhan dan tidak didasarkan atas suatu sifat tertentu. Ini dilakukan dengan anggapan bahwa suatu daerah yang mempunyai fisiografi yang relatif seragam, akan mempunyai faktor-faktor lingkungan lainnya yang juga relatif seragam seperti iklim mikro, ciri tanah, kondisi habitat tanaman dan sebagainya, serta dapat dikelompokkan ke dalam satuan lahan tertentu.  Berdasarkan definisi ini, Lokasi kegiatan pembangunan Taman Kehati Hutan Pelawan di Pulau Bangka secara keseluruhan berada di kawasan fisiografi eastern island.
Di wilayah Kecamatan Namang tepatnya di Desa Namang akan dikembangkan kawasan hutan lindung Pelawan (Hutan Kalung: dalam bahasa lokal) seluas 52,4 Ha yang bersertifikat menjadi 152,4 Ha. Hutan lindung Pelawan tersebut bisa berfungsi sebagai kawasan wisata hutan. Selain itu, juga akan menjadi paru-paru udara bagi Kabupaten Bangka Tengah. Hutan yang terdiri atas beragam spesies pohon seperti gelam, leting, pelawan, mensirak dan rempudung merupakan sumber nektar bagi lebah.
Jamur pelawan yang tumbuh subur secara alami dapat menjadi salah satu potensi kekayaan alam dan wisata hutan di Desa Namang sehingga serbuk bunga jamur pelawan yang diserap oleh lebah dapat menghasilkan madu pahit yang menjadi madu khas Bangka Tengah. Lebah hanya terbang dari sarang mencari nektar, polen, propolis, dan air. Itulah sebabnya, madu pelawan sangat istimewa dibanding madu-madu jenis lain. Musim panen untuk madu pelawan di kawasan hutan Pelawan kemungkinan besar ada pada musim bulan September, Oktober, November sampai Desember saat pergantian musim, tepatnya awal bulan September karena jamur pelawan akan sangat banyak tumbuh di kawasan hutan Pelawan. Potensi hutan lindung pelawan yang masih sangat alami akan dikembangkan sebagai kawasan wisata.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Tengah no. 48 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten dalam salah satu isi dari pasal 61, menjelaskan bahwa pengembangan kawasan pariwisata terdiri atas identifikasi lokasi yang dapat dijadikan lokasi wisata. Salah satu desa yang berpotensi untuk dapat dikembangkan pariwisatanya adalah Desa Namang. Dengan memperhatikan aspek keadaan alam yang masih alami dan potensi wisata berupa lahan perkebunan dan pertanian yang dirintis oleh masyarakat setempat.
Dalam upaya menindaklanjuti rencana tata ruang wilayah kabupaten, untuk itu pemerintah Kabupaten Bangka Tengah perlu untuk menyusun rencana teknis ruang kawasan wisata Desa Namang, dengan pertimbangan antara lain:
1.    Terdapat kawasan hutan lindung Pelawan yang berpotensi sebagai tempat untuk pembibitan kayu-kayu lokal khas setempat, dan penangkaran burung yang masih sangat alami dan terjaga kelestariannya sampai sekarang;
2.    Terdapat pembudidayaan jamur pelawan dan juga madu pelawan yang tumbuh subur dan menjadi salah satu kekayaan alam Desa Namang.

3. Sumber Daya Air

Pada umumnya sungai-sungai di daerah Kabupaten Bangka Tengah berhulu di daerah perbukitan dan pegunungan dan bermuara di pantai laut. Sungai-sungai yang terdapat di daerah Kabupaten Bangka Tengah adalah: Sungai Selindung, Sungai Mesu, Sungai Selan, Sungai Kurau dan lain-lain.
Sungai-sungai tersebut berfungsi sebagai sarana transportasi dan belum bermanfaat untuk pertanian dan perikanan karena para nelayan lebih cenderung mencari  ikan ke laut. Pada dasarnya di Daerah Kabupaten Bangka Tengah tidak ada danau alam, hanya ada bekas penambangan bijih timah yang luas dan hingga menjadikannya seperti danau buatan yang disebut  kolong.
Kualitas air yang kurang baik umumnya terdapat pada air tanah yang berasal dari daerah rawa, air tanahnya bersifat asam dan dicirikan kandungan unsur mangan dan besi melebihi persyaratan yang ditentukan. Kualitas air tanah daerah rawa ini hampir sama dengan kualitas air kolong (air yang berada pada bekas-bekas galian  tambang), yang umumnya kandungan unsur mangan dan besi tinggi.

4.  Tanah (Struktur Fisik dan Sifat Kimiawinya) 

Kondisi tanah di wilayah Kabupaten Bangka Tengah pada umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang rendah dengan pH tanah rata-rata di bawah 5, didalamnya mengandung mineral biji timah dan bahan galian lainnya seperti:  pasir kwarsa, kaolin, batu gunung, dan lain-lainnya. Bentuk dan keadaan tanahnya adalah sebagai berikut :
•    4% berbukit seperti bukit mangkol dengan ketinggian sekitar 395 meter dan lain-lain. Jenis tanah perbukitan tersebut adalah komplek podsolik coklat kekuning-kuningan dan litosol berasal dari batu plutonik masam.
•    51% berombak dan bergelombang, tanahnya berjenis asosiasi podsolik coklat kekuning-kuningan dengan bahan induk komplek batu pasir kwarsit dan batuan plutonik masam.
•    20% lembah/datar sampai berombak, jenis tanahnya asosiasi podsolik berasal dari komplek batu pasir dan kwarsit.
•    25% rawa dan bencah/datar dengan jenis tanahnya asosiasi alluvial hedromotif dan glei humus serta regosol kelabu muda berasal dari endapan pasir dan tanah liat.
Berdasarkan pada pengamatan lapangan, secara umum jenis tanah di lokasi tapak kegiatan Hutan Pelawan yaitu oksisol sub ordo hapludox. Tekstur tanah umumnya berpasir, lempung berliat dan liat, dengan drainase yang cukup baik. Kesuburan tanah di areal tapak kegiatan diperkirakan rendah karena sebagian besar lokasi tersebut tergenang pada musim hutan terutama di bagian utara yang berbatasan dengan aliran sungai. Di dalam kawan Hutan Pelawan sendiri terdapat anak sungai kecil dengan lebar lebih kurang 2 m yang bermuara ke Sungai Kurau di Desa Kurau, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah.
Kondisi lahan di daerah kegiatan kawasan Hutan Pelawan sebagian besar ditumbuhi oleh vegetasi hutan alam sekunder. Sementara itu, tata guna lahan di luar kawasan tersebut umumnya ditumbuhi semak belukar, dan perkebunan masyarakat. Sementara itu area yang terletak di sekitar perkampungan masyarakat Desa Namang digunakan oleh penduduk setempat sebagai kebun campuran. Lahan tersebut umumnya ditumbuhi berbagai jenis tanaman budidaya, seperti lada, karet, kelapa sawit, dan tanaman semusim lainnya. Jika ditinjau dari sistem lahan maka lokasi tersebut termasuk dalam sistem lahan Tebing Tinggi, Bukit Baringin, dan Teweh.

5.  Sifat Geologinya 

Berdasarkan keadaan geologi Pulau Bangka dan wilayah sekitarnya berada pada Paparan Sunda atau bagian tepi dari kerak benua (craton) Asia. Oleh karena itu, batuan dasar penyusun daerah ini selain batuan malihan adalah batuan inti benua yang berupa batuan beku asam atau bersifat granitik. Lokasi kegiatan pembangunan Taman Kehati Hutan Pelawan termasuk dalam formasi Granit Klabat, yangberupa granit biotit, granodiorit, dan granit genesen. Granit biotit bewarna kelabu, tekstur porfiritik dengan butiran Kristal berukuran sedang-kasar, fenokris feldspar panjangnya mencapai 4 cm dan memperlihatkan struktur foliasi. Granodiorit berwarna putih kotor, berbintik hitam. Granit genesen berwarna kelabu dan berstruktur perdaunan. Formasi ini terkekarkan dan tersesarkan, serta menerobos diabas penyabung (PTRD). Secara radiometri menunjukkan formasi ini berumur 217 juta tahun. Formasi ini terbentuk pada era Trias Akhir-Jura Awal (kurang lebih lima atau trias akhir) yang menerobos formasi Tanjung Genting dan Kompleks Malihan Pemali yang didominasi oleh granit grenesen yang berwarna kelabu dan berstruktur perdaunan.

6.  Iklim

Iklim di lokasi tapak kegiatan termasuk ke dalam tipe iklim “A” (hujan tropik basah) menurut klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson (1951), yang dicirikan dengan curah hujan bulanan terkering > 60 mm dan suhu rata-rata bulanan > 18°C, sedangkan menurut klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B (memiliki 7-9 kali bulan basah berturut-turut; dimana bulan basah adalah curah hujan bulanan > 200 mm, bulan lembab 100-200 mm, dan bulan kering < 100 mm).
Berdasarkan data iklim selama 10 tahun terakhir yang diperoleh dari stasiun meteorologi terdekat dari lokasi kegiatan yaitu Stasiun Meteorologi Pangkalpinang menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan bulanan adalah 138,86 – 287,02 mm/bulan dengan hari hujan rata-rata 17,58 hari dan rata-rata curah hujan tahunan sebesar 195,252 mm/tahun. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 304,48 mm dan terendah pada bulan Agustus, yaitu sebesar 99,46 mm. Distribusi hujan relatif merata sepanjang tahun tanpa dijumpai bulan kering yang nyata (curah hujan       <100 mm).
Secara umum suhu udara rata-rata di Pulau Bangka berkisar antara 24,7– 34,3°C. Suhu udara bulanan tertinggi pada Bulan April hingga Bulan Oktober antara 32,4–34,3°C Curah hujan di suatu daerah akan berhubungan erat dengan kelembaban udara di daerah tersebut. Semakin tinggi curah hujan di suatu wilayah maka kelembaban udara akan semakin tinggi. Untuk rata-rata kelembaban udara di Pulau Bangka berkisar antara 74,3-87,5 %. Kecepatan angin di Pulau Bangka berkisar antara 2,35–3,87 km/jam. Arah angin dominan antara Bulan Desember sampai dengan Maret adalah bertiup ke arah barat laut, bulan Mei sampai dengan Bulan Juli ke arah tenggara dan Bulan Agustus hingga September ke arah selatan.dan suhu bulanan terendah pada Bulan Desember hingga Bulan Maret antara 23,9–24,8°C.
Tabel 1. Ringkasan Rata-rata Parameter Iklim Wilayah Studi 10 Tahun Terakhir
Sumber :  Data Iklim Stasiun Metereologi Pangkal Pinang (2015)
Sumber :  Data Iklim Stasiun Metereologi Pangkal Pinang (2015)

7.  Populasi Manusia (Kependudukan), Sosial Budaya

7.1. Pemerintahan

Lokasi tapak kegiatan Taman Kehati Hutan Pelawan terletak di Desa Namang Kecamatan Namang, dimana Kecamatan Namang merupakan hasil pemekaran dari kecamatan Pangkalan Baru. Arti kata “Namang” sendiri berasal dari salah satu jenis nama kayu yang ada di daerah tersebut, yaitu Namang atau Ramin (Gonystylus bancanus Kurz) yang biasanya tumbuh di hutan rawa air tawar di Pulau Bangka. Kecamatan Namang terdiri dari 8 (delapan) desa. Setiap desa dikepalai oleh seorang kepala desa. Jumlah perangkat desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Namang adalah berjumlah 55 orang yang berasal dari 8 desa. Status klasifikasi masing-masing desa di Kecamatan Namang menurut perkembangannya merupakan Desa Swakarya. Desa Swakarya adalah peralihan transisi dari desa swadaya menuju desa swasembada. Dalam upaya mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di setiap desa di kecamatan Namang telah memiliki anggota BPD sebanyak 49 orang. Sedangkan penghulu 3 orang yang tersebar di 3 desa serta bendahara desa berjumlah 8 orang. Data jumlah anggota BPD, penghulu dan bendahara desa. Desa Namang sendiri mempunyai slogan yaitu “PELAWAN” yang berarti Produktif, Elaboratif, Aman, dan Berwawasan.
7.2. Kependudukan

Luas wilayah kecamatan Namang lebih kurang 20.394,57 Km2 yang dibagi menjadi delapan wilayah desa dengan jumlah penduduk ada tahun 2014 sebesar 15.903 jiwa. Dari data tersebut penduduk laki-laki sebanyak 8250 jiwa (51,86%) dan peremuan sebanyak 7657 (48,14%). Sementara itu, sex ratio penduduk Kecamatan Namang adalah 107 atinya terdapat penduduk laki-laki sebanyak 107 jiwa maka penduduk perempuan jumlahnya sebanyak 100 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk hanya sebesar 7,8 jiwa/km2 yang tergolong relatif kecil.  Desa Namang sendiri mempunyai luas wilayah lebih kurang 3.776,00 Km2 dengan jumlah penduduk sekitar 2.552 jiwa, dengan rincian laki-laki sebanyak 1.315 jiwa dan perempuan sebanyak 1.237 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk lebih kurang 67,76 jiwa/km2 dan 255,2/RT.

7.3. Sosial Ekonomi
Potensi ekonomi yang ada di wilayah tersebut berupa perkebunan karet, sawit, lada, tanaman pangan dan hortikultura, perternakan dan perikanan. Sesuai dengan potensinya sebagian besar penduduk Desa Namang dan Kecamatan Namang umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Beragam jenis komoditas yang dihasilkan di seperti sayuran dan buah-buahan. Sayuran yang dihasilkan di Kecamatan Namang adalah kacang panjang, cabe, terung, bayam, dan talas. Diantara sayuran tersebut terung merupakan tanaman sayuran yang terbanyak hasil produksinya, sedangkan cabe paling sedikit dihasilkan oleh Kecamatan Namang.
Berdasarkan tersebut di atas dapat diketahui bahwa hampir di keseluruhan lahan desa dan kecamatan di wilayah studi adalah lahan kering dengan peruntukan lahan untuk tanaman hortikultura, palawija dan obat-obatan dan perkebunan. Selain potensi pertanian, di wilayah studi di Kec. Namang, juga memiliki potensi perikanan.

7.4 Sosial Budaya

a. Interaksi Sosial

Sementara itu hubungan interaksi antar penduduk dapat dipelajari melalui frekuensi kerjasama penduduk baik kepada anggota keluarga maupun dengan tetangga. Bentuk kerjasama penduduk dengan anggota keluarga dan penduduk dengan masyarakat antara lain dalam hal berladang, berkebun, penjualan hasil produksi, pembuatan rumah, selamatan atau sedekahan dan dalam menghadapi musibah serta gotong royong dalam kegiatan sosial lainnya maupun dalam hal pembangunan sarana sosial maupun keagamaan. Dapat disimpulkan bahwa ikatan kekerabatan masyarakat baik dengan anggota keluarga maupun dengan masyarakat lainnya masih cukup tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan sebagian besar penduduk desa di wilayah studi tidak mempunyai konflik dengan anggota keluarga dan anggota masyarakat lainnya.
Sistem kekerabatan dan ikatan sosial yang tinggi antar penduduk desa dengan anggota keluarga dan masyarakat lain tidak menimbulkan persaingan atau konflik. Kondisi demikian ditunjang oleh asal atau etnis sebagian besar warga di desa wilayah studi Desa Air Mesu Timur Kec. Pangkalan Baru dan Desa Cambai Kec. Namang Kab. Bangka Tengah yang mayoritas adalah penduduk lokal dari Kab. Bangka Tengah.
Pola kepemimpinan kelompok, didasarkan pada pola kepemimpinan formal (kepala desa) dan informal (pemuka masyarakat, pemuka agama dan pemangku adat) yang dibayangi oleh status ataupun peran yang dituakan dalam keluarga, kerabat dan keluarga besar, serta berkembang pula pola ketokohan seseorang diluar kelompok primernya. Pada umumnya ketokohan yang tertinggi adalah tokoh formal (kepala desa), dilanjutkan dengan tokoh-tokoh informal lainnya seperti pemangku adat, pemuka agama, pemuka masyarakat serta tokoh informal lainnya.
Walaupun penokohan terhadap tokoh formal cukup tinggi di kalangan penduduk desa dalam wilayah studi, namun alasanya sendiri ternyata beragam. Alasan penokohan berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki oleh tokoh tersebut, seperti penokohan terhadap pemuka agama didasari atas wawasan mereka dalam bidang agama. Pemuka agama menjadi penting karena penduduk desa dalam wilayah studi masih berorientasi pada agama Islam dan peraturan-peraturan yang ada di dalamnya untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Penyebaran informasi dan komunikasi kepada masyarakat desa selain secara formal melalui perangkat desa juga melibatkan tokoh-tokoh masyarakat seperti tokoh agama, tokoh adat karena interaksi masyarakat desa masih sangat kuat dipengaruhi oleh berbagai aturan yang bersumber dari adat istiadat. Pada hal-hal tertentu, tokoh adat sangat dominan dalam suatu pengambilan keputusan, dimana penyelesaian suatu masalah diupayakan dengan mengedepankan penyelesaian secara adat.

b. Lembaga Kemasyarakatan

Lembaga kemasyarakatan atau pranata sosial merupakan tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang di dalamnya terkandung hubungan timbal balik antara status dan peranan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur yang menunjuk pada suatu keteraturan perilaku sehingga dapat membentuk sebagai masyarakat. Pranata sosial yang ada di desa wilayah studi terdiri dari lembaga formal dan non formal. Lembaga formal yang ada adalah lembaga yang sudah diatur pemerintah untuk membantu kelancaran pembangunan desa, antara lain BPD, LPM, Karang Taruna, dan PKK. Lembaga non formal terbentuk secara turun temurun berdasarkan keadaan adat istiadat dan agama yang dianut penduduk desa. Aktivitas lembaga non formal hanya terbatas pada kegiatan adat dan keagamaan. Bentuk kegiatan yang umum dilakukan meliputi kegiatan gotong royong untuk memelihara kebersihan, usaha tani dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya seperti membangun rumah, sepiintu sedulang, perkawinan, khitanan, kelahiran anak dan kematian. Kegiatan yang bersifat non formal terutama yang berkaitan dengan agama dan adat istiadat dipimpin oleh ketua adat atau tokoh agama.
Organisasi sosial kemasyarakatan yang masyarakatnya terlibat dalam kegiatan organisasi tersebut menggambarkan tingkat kepedulian masyarakat terhadap kehidupan bersama cukup baik. Mereka menyadari manfaat organisasi sosial kemasyarakatan yang mereka ikuti akan memberikan solusi baik yang menyangkut kepentingan bersama maupun kepentingan pribadi, sebagai contoh, mereka terlibat dalam kelompok tani dengan harapan mereka dapat memecahkan masalah-masalah pertanian yang ada dan dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
Mereka terlibat dalam kelompok pengajian dengan harapan dapat menambah pengetahuan agama dan meningkatkan kemampuan untuk beribadah. Mereka yang terlibat dalam koperasi dan arisan mengharapkan organisasi tersebut dapat membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan dalam bidang keuangan (financial). Secara keseluruhan dapat disimpulkan masyarakat di desa di Kecamatan Namang menyadari akan pentingnya organisasi kemasyarakatan. Tingkat kesadaran ini berdampak positif dalam pemberdayaan masyarakat.

c. Adat Istiadat dan Pola Kebiasaan yang Berlaku

Dalam kehidupan bermasyarakat warga desa memiliki adat kebiasaan yang secara turun temurun masih berlaku. Adat kebiasaan yang masih berlaku di desa wilayah studi masih sangat banyak, antara lain berupa upacara desa (sedekah dusun), hal-hal yang ditabukan (pantangan) dalam kehidupan sehari-hari,  tepung tawar serta upacara adat apabila hal-hal yang ditabukan tersebut dilanggar.
Selain adat kebiasaan, yang masih berlaku adalah kepercayaan beberapa masyarakat terhadap hal mistis dari Bukit Nungga sebagai tempat keramat. Masyarakat masih mempercayai kekuatan dan kesaktian dari penghuni atau mahkluk gaib di bukit tersebut. Adapun adat kebiasaan berupa upacara desa antar alain dilakukan pada saat akan membuka lahan pertanian/ladang, perayaan keagamaan serta adanya pelanggaran terhadap hal-hal yang ditabukan (misalnya warga berbuat zina).
Penduduk Desa Namang masih memegang kuat tradisi dan nilai-nilai budaya. Tetapi adat kebiasaan penduduk cukup akomodatif terhadap pendatang baru dan aktivitas baru, sepanjang aktivitas tersebut tidak menimbulkan terhadap gangguan keseimbangan kehidupan yang ada, misalnya kerugian material, rasa malu dan sejauh tetap menghargai adat istiadat yang masih berlaku.  Adat istiadat tersebut antara lain dalam hal perkawinan, pembuatan rumah, menghadapi musibah, maupun dalam menerima tamu atau orang luar terutama tamu kehormatan, yang biasanya disambut dengan adat sepintu sedulang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sangat erat. Hal ini dibuktikan dengan saling membantu pada waktu salah satu penduduk melakukan perkawinan, berladang, berkebun, pembuatan rumah, berdagang, dan menghadapi musibah. Mereka juga dapat membuka diri dalam menerima orang luar atau tamu.
Sebagian besar penduduk di wilayah Desa Namang merupakan penduduk asli/orang melayu (penduduk lokal dari wilayah Kabupaten Bangka Tengah), hanya sekitar 10 % penduduk di wilayah studi adalah pendatang dari desa lainnya di Kabupaten Bangka Tengah. Kehidupan sehari-hari masyarakat yang berbeda suku tersebut dapat saling berdampingan secara harmonis. Pola kebiasaan yang berlaku di masyarakat banyak dipengaruhi ajaran agama Islam. Sifat keterbukaan penduduk desa dalam wilayah studi terhadap kehadiran pendatang telah menghasilkan akulturasi antar budaya. Proses akulturasi ini berjalan lancar selama kehadiran pendatang tidak menyalahi budaya yang masih berlaku.
Pola preperensi atau orientasi yang terpolakan, merupakan suatu bentuk dari ikatan kelompok dimana individu secara sadar atau tidak sadar mengacu kepada individu lain dalam upaya menyelesaikan masalah pribadinya. Pengacuan ini membentuk tingkah laku dalam persoalan tertentu. Dalam studi ini pola preferensi yang diambil adalah kepada siapakah penduduk minta bantuan dalam masalah perekonomian. Dari pertanyaan ini diharapkan terdapat suatu pola yang dapat menggambarkan kondisi ikatan kelompok. Pada umumnya penduduk desa dalam wilayah studi mempunyai pola preferensi dan orientasi minta bantuan dalam persoalan perekonomian. Orientasi penduduk terbesar dalam meminta bantuan adalah pada toke karet, toke tambang timah maupun pemilik usaha lainnya, setelah itu kepada tetangga, saudara dan kepada orang tua.
Orientasi penduduk tidak hanya pada saudara atau tetangga, namun juga kepada orang lain dan kepada lembaga-lembaga perekonomian seperti koperasi. Ada juga yang mempunyai pola preferensi dengan menjual barang milik sendiri. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ikatan kelompok masyarakat Desa Namang Kab. Bangka Tengah masih cukup kuat.
Secara umum wilayah Desa Namang yang menjadi daerah studi ini dapat dijangkau melalui jalan darat. Mobilisasi penduduk Desa Namang cenderung berbelanja atau menjual hasil pertanian ke Kab. Bangka Tengah atau ke Kota Pangkalpinang sebagai kawasan perdagangan serta merupakan ibukota Propinsi Bangka Belitung.
Dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat dipungkiri bahwa konflik sering muncul dan terjadi. Konflik tersebut dapat saja terjadi antara warga dengan warga, atau warga dengan kelompok tertentu, misalnya dengan perusahaan, ataupun warga dengan masyarakat pendatang. Masalah kamtibmas merupakan salah satu masalah sosial yang seringkali muncul, dimana yang menjadi pemicu utama adalah masalah ekonomi sehubungan dengan sumber mata pencaharian.  Demikian juga konflik yang berasal dari pelanggaran terhadap norma atau adat istiadat yang berlaku di desa seperti perkelahian antar warga dan sebagainya.

0 comments:

Post a Comment